Senin, 20 Januari 2014

Kajian Filsafat Umum dan Khusus

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah

Ketika berbicara pendidikan maka kita akan berbicara mengenai definisi pendidikan. Pendidikan merupakan aktivitas rasional yang membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya. Hewan juga “belajar” tetapi lebih ditentukan oleh instinknya. Manusia belajar dengan otaknya melalui rangkaian kegiatan menuju pendewasaan untuk mencapai kehidupan yang lebih berarti. Pendidikan merupakan pilar utama terhadap perkembangan manusia dan masyarakat bangsa tertentu. Karena itu diperlukan sejumlah landasan dan asas-asas tertentu dalam menentukan arah dan tujuan pendidikan.
Kegunaan filsafat dalam pendidikan adalah berpikir secara mendalam bahkan jika perlu secara radikal untuk mencari sebuah kebenaran dalam arti pendidikan yang sesungguhnya. Pertanyaan yang timbul, yaitu: Apa dan bagaimana Filsafat Pendidikan itu “objek, dasar, dan implikasinya”?. Inilah yang sebenarnya harus kita ketahui. Menurut Al-Farabi, filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam wujud bagaimana hakikat sebenarnya. Ini menandakan bahwa setiap apa yang ingin kita ketahui berarti kita sedang berfilsafat terhadap suatu wujud atau objek. Begitu pula dengan pendidikan jika kita berpikir “Apasih pendidikan itu ? ” itu berarti kita sedang berfilsafat tentang eksistensi dari sebuah makna pendidikan.



B.    Rumusan Masalah

Memfilsafati sebuah pendidikan merupakan sebuah pembahasan yang terkait dengan Filsafat Ilmu Pendidikan. Hal inilah yang menjadikan penulis membuat rumusan masalah yang terkait dengan pembahasan antara lain sebagai berikut :
1.    Apakah filsafat itu ?
2.    Apa sajakah jenis dari filsafat itu ?
3.    Bagaimanakah cara kita mengetahui filsafat umum dan filsafat khusus ?
4.    Apakah manfaat serta implikasi dari filasafat umum dan filsafat khusus ?

C.    Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.    Mampu menjelaskan apa itu filsafat
2.    Mampu menjelaskan jenis dari filsafat
3.    Mampu mengetahui dan menjelaskan filsafat umum dan filsafat khusus
4.    Mampu menjelaskan manfaat serta implikasi dari filsafat umum dan filsafat khusus







                                                                                BAB II
                                                                      LANDASAN TEORI

1.    Menurut Plato (427 – 348 sm), filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli.
2.    Menurut Aristoteles (382 – 322 sm), filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung dalam ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, ekonomi, politik dan estetika.
3.    Menurut Al Kindi (801 – ……m), filsafat adalah pengetahuan tentang realisasi segala sesuatu sejauh jangkauan kemampuan manusia.
4.    Menurut Al Farabi (870 – 950 m), filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam wujud bagaimana hakikat sebenarnya.
5.    Menurut Prof. H. Muhammad Yamin, filsafat adalah pemusatan pikiran, sehingga manusia menemui kepribadiannya. Di dalam kepribadiannya itu dialami sesungguhnya.










                                                                                        BAB III
                                                                                   PEMBAHASAN

1.    Pengertian Filsafat

Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar. Untuk studi falsafi, mutlak diperlukan logika berpikir dan logika bahasa. Logika merupakan sebuah ilmu yang sama-sama dipelajari dalam matematika dan filsafat. Filsafat juga bisa berarti perjalanan menuju sesuatu yang paling dalam, sesuatu yang biasanya tidak tersentuh oleh disiplin ilmu lain dengan sikap skeptis yang mempertanyakan segala hal.
Secara harfiah atau etimologi, filsafat berarti cinta kebijaksanaan dan kebenaran. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani, yang merupakan katan majemuk dari Philia dan Sophia. Menurut Poedjawijatna filsafat berasal dari kata Arab yang erat hubungannya dengan bahasa Yunani, bahkan asalnya memang dari kata Yunani, yaitu philosophia, yang merupakan bentuk kata majemuk dari philo dan sophia. Philo berarti cinta atau keinginan dan karenanya berusaha untuk mencapai yang diinginkan itu. Sedangkan sophia berarti kebijakan (hikmah) atau kepandaian. Jadi filsafat adalah keinginan yang mendalam untuk mendapatkan kepandaian atau cinta pada kebijakan
 Plato mendefinisikan filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran asli (hakiki), dan kata Aristoteles filsafat adalah pengetahuan yang meliputi kebenaran yang tergabung di dalamnya metafisika, logika, retorika, ekonomi, politik dan estetika.





A.    Filsafat Umum dan Filsafat Khusus

Filsafat pendidikan bukanlah Filsafat Umum atau Filsafat Murni, tetapi Filsafat Khusus atau Filsafat Terapan. Apabila dilihat dari sudut karakteristik objeknya filsafat dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
1. Filsafat Umum atau Filsafat Murni.
2. Filsafat Khusus atau Filsafat Terapan.

Filsafat Umum mempunyai objek :
a.    Hakikat kenyataan segala sesuatu (Metafisika), yang termasuk
di dalamnya hakikat kenyataan secara keseluruhan (Ontologi), kenyataan tentang alam atau kosmos (Kosmologi), kenyataan tentang manusia (Humanologi), dan kenyataan tentang Tuhan (Teologi).
b.   Hakikat mengetahui kenyataan (Epistemologi),
c.   Hakikat menyusun kesimpulan pengetahuan tentang kenyataan
      (Logika), dan
d.  Hakikat menilai kenyataan (Aksiologi), antara lain tentang hakikat nilai
     yang berhubungan dengan baik dan jahat (Etika) serta nilai yang
     berhubungan dengan indah dan buruk (Estetika).

Cabang-cabang Filsafat Khusus antara lain :
a.    Filsafat Hukum, yang menyelidiki hukum sebagai suatu bentuk yang
sangat khas dari pengawasan sosial dalam sebuah masyarakat yang terorganisasi berdasarkan politik yang dianut.
b.    Filsafat Sejarah, yang menyelidiki metafisika sejarah yang berkenaan
dengan latar belakang, sebab dan hukum yang mendasar, makna dan motivasi perkembangan manusia sebagai makhluk sosial dalam batas-batas kausalitas psikofisik.
c.    Filsafat Seni, yang menyelidiki hakikat nilai estetis, yaitu nilai
keindahan yang terkandung dalam alam dan karya seni dalam segala bentuk dan maknanya.
d.    Filsafat Moral, menyelidiki makna tentang baik, yang berhubungan
dengan tujuan hidup, makna kewajiban yang berhubungan dengan hukum dan makna kewajiban yang berhubungan dengan kesetujuan dan ketidaksetujuan.
e.    Filsafat Sosial (politik dan ekonomi), menyelidiki masalah keberadaan
hubungan antara manusia dengan masyarakat, perangkat nilai-nilai asosiatif yang tertuju pada proses sosial yang terarah, kekuatan dan kekuasaan negara, pengawasan sosial yang berkenaan dengan hukum dan hak, kewajiban politik, dan keadilan.
f.    Filsafat Olahraga, yang menyelidiki hakikat olahraga aktif yang
berkenaan dengan seluk-beluk gerak yang dilakukan dalam olahraga, dan hakikat olahraga pasif.
g.    Filsafat Religi, yang menyelidiki religi sebagai hubungan dengan Tuhan dan hubungannya dengan pengalaman lainnya kebenaran, kepercayaan religius serta nilai, sikap dan perbuatan religius.
h.    Filsafat Logika, yang menyelidiki kebenaran, tata bahasa, lingkup dan
penyimpangan logika sebagai seni dan ilmu penalaran.
i.    Filsafat Ilmu, yang menyelidiki struktur ilmu, yaitu metode dan bentuk
pengetahuan ilmiah serta makna teoritis dan praktis dari ilmu.
j.    Filsafat Pendidikan, yang menyelidiki hakikat pelaksanaan pendidikan
yang bersangkut paut dengan tujuan, latar belakang, cara, dan hasilnya, serta hakikat ilmu pendidikan, yang bersangkut paut dengan analsis kritis terhadap struktur dan kegunaannya.

B.    OBJEK DAN STATUS FILSAFAT ILMU PENDIDIKAN

Sosok pendidikan yang dapat kita kenali dalam kehidupan manusia dapat dibedakan dalam dua macam, yaitu:
1.      Praktik Pendidikan
2.      Ilmu Pendidikan sebagai salah satu bentuk teori sosial pendidikan
Oleh karena itu, ditinjau dari segi sosok filsafat pendidikan dalam arti luas dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
a)    Filsafat Praktik Pendidikan adalah analsis kritis dan komprehensif tentang bagaimana seharusnya pendidikan diselenggarakan dan dilaksanakan dalam kehidupan manusia.

b)    Filsafat Ilmu Pendidikan filsafat pendidikan adalah bagian yang tidak dipisahkan dar filsafat secara keseluruan, baik dalam system maupun metode.
Filsafat praktik pendidikan dibedakan menjadi :
1. Filsafat Proses Pendidikan, biasanya membahas tiga masalah pokok, yaitu:
a.    Apakah sebenarnya pendidikan itu
b.    Apakah tujuan pendidikan itu sebenarnya
c.    Dengan cara apakah tujuan pendidikan dapat dicapai

2.  Filsafat Sosial Pendidikan
Istilah Filsafat Sosial Pendidikan, antara lain dikemukakan oleh TW. Moore dalam Philosophy of Education yang dibataskan sebagai pembahasan hubungan antara penataan masyarakat manusia dengan pendidikan. Sehubungan dengan batasan tersebut, TW. Moore mengemukakan tiga masalah pokok yang dibahas dalam filsafat sosial pendidikan yaitu :
1)    Hakikat Kesamaan Manusia dan Pendidikan
2)    Hakikat kemerdekaan dan Pendidikan
3)    Hakikat Demokrasi dan Pendidikan
Thomas Hobbes membataskan filsafat sosial sebagai suatu teori umum tentang masyarakat manusia. Robert N. Beck dalam Hand-Book in Social Philosophy (1979), menyatakan bahwa filsafat sosial berkenaan dengan prinsip-prinsip yang mendasari prose sosial, baik dalam arti nyata maupun ideal.
Beck merumuskan enam masalah pokok yang dibahas dalam filsafat sosial, yaitu hakikat atau prinsip-prinsip :
1.      Hubungan manusia dengan masyarakat
2.      Nilai-nilai sosial dan politik
3.      Negara, kekuatan, dan kekuasaan
4.      Hukum dan hak
5.      Kewajiban politik
6.      Cita-cita keadilan
Menurut Smith, dewasa ini studi filosofis tentang ilmu pendidikan baru merupakan tingkat permulaan, yang diawali dengan analisis kritis terhadap konsep psikologi pendidikan, misalnya tentang teori belajar S-R, pengukuran pendidikan, prosedur sistematis tentang penyusunan kurikulum, dll.
Victor F. Lenzen dalam Philosophy Science yang dimuat dalam Living School of Philosophy (1962) merumuskan apa yang dimaksud dengan ilmu dan filsafat ilmu. Lenzen menyatakan, ilmu berarti suatu kegiatan kritis yang bertujuan menemukan, dan merupakan pengetahuan sitematis yang didasarkan pada kegiatan krisis tersebut. Masalah-masalah filsafat ilmu mencakup :
1. Struktur ilmu, yang meliputi metode dan bentuk pengetahuan ilmiah
2. Kegunaan ilmu bagi kepentingan praktis dan pengetahuan kenyataan
Apabila lebih dirinci lagi, maka objek filsafat ilmu pendidikan dapat dibedakan dalam empat macam yaitu:
a.    Ontologi ilmu pendidikan, yang membahas tentang hakikat subtansi
dan pola organisasi ilmu pendidikan.
b.    Epistemologi ilmu pendidikan, yang membahas tentang hakikat
objek fomal dan material ilmu pendidikan.
c.    Metodologi ilmu pendidikan, yang membahas tentang pendidikan
cara kerja dalam menyusun ilmu pendidikan.
d.    Aksiologi ilmu pendidikan, yang membahas tentang hakikat nilai
kegunaan teoritis dan praktis ilmu pendidikan.

C. Implikasi Filsafat Umum dan Filsafat Khusus
1. Implikasi Bagi Guru


Apabila kita konsekuen terhadap upaya memprofesionalkan pekerjaan guru, maka filsafat pendidikan merupakan landasan berpijak yang mutlak. Disamping penguasaan terhadap apa dan bagaimana tentang tugasnya, seorang guru juga harus menguasai mengapa ia melakukan setiap bagian serta tahap tugasnya itu dengan cara tertentu dan bukan dengan cara yang lain. Jawaban terhadap pertanyaan mengapa itu menunjuk kepada setiap tindakan seorang guru didalam menunaikan tugasnya, yang pada gilirannya harus dapat dipulangkan kepada tujuan-tujuan pendidikan yang mau dicapai, baik tujuan-tujuan yang lebih operasional maupun tujuan-tujuan yang lebih abstrak. Oleh karena itu, semua keputusan serta perbuatan instruksional serta non-instruksional dalam rangka penunaian tugas-tugas seorang guru dan tenaga kependidikan harus selalu dapat dipertanggungjawabkan secara pendidikan.
Selain itu, dikemukakan bahwa pendidik dan subjek didik melakukan pemanusiaan diri ketika mereka terlihat di dalam masyarakat profesional yang dinamakan pendidikan itu; hanyalah tahap proses pemanusiaan itu yang berbeda, apabila diantara keduanya, yaitu pendidik dan subjek didik, dilakukan perbandingan. Ini berarti kelebihan pengalaman, keterampilan dan wawasan yang dimiliki guru semata-mata bersifat kebetulan dan sementara, bukan hakiki. Oleh karena itu maka kedua belah pihak terutama harus melihat transaksi personal itu sebagai kesempatan belajar dan khusus untuk guru dan tenaga kependidikan, tertumpang juga tanggung jawab tambahan menyediakan serta mengatur kondisi untuk membelajarkan subjek didik, mengoptimalkan kesempatan bagi subjek didik untuk menemukan dirinya sendiri, untuk menjadi dirinya sendiri (Learning to Be, Faure dkk, 1982). Hanya individu-individu yang demikianlah yang mampu membentuk masyarakat belajar, yaitu masyarakat yang siap menghadapi perubahan-perubahan yang semakin lama semakin laju tanpa kehilangan dirinya.
Apabila demikianlah keadaannya, maka sekolah sebagai lembaga pendidikan formal hanya akan mampu menunaikan fungsinya serta tidak kehilangan hak hidupnya didalam masyarakat, kalau ia dapat menjadikan dirinya sebagai pusat pembudayaan, yaitu sebagai tempat bagi manusia untuk meningkatkan martabatnya. Dengan perkataan lain, sekolah harus menjadi pusat pendidikan. Menghasilkan tenaga kerja, melaksanakan sosialisasi, membentuk penguasaan ilmu dan teknologi, mengasah otak dan mengerjakan tugas-tugas persekolahan, tetapi yang paling hakiki adalah pembentukan kemampuan dan kemauan untuk meningkatkan martabat kemanusiaan seperti telah diutarakan di muka dengan menggunakan cipta, rasa, karsa dan karya yang dikembangkan dan dibina.
Perlu digaris bawahi di sini adalah tidak dikacaukannya antara bentuk dan hakekat. Segala ketentuan prasarana dan sarana sekolah pada hakekatnya adalah bentuk yang diharapkan mewadahi hakekat proses pembudayaan subjek didik. Oleh karena itu, maka gerakan ini hanya berhenti pada “penerbitan” prasarana dan sarana sedangkan transaksi personal antara subjek didik dan pendidik, antara subjek didik yang satu dengan subjek didik yang lain dan antara warga sekolah dengan masyarakat di luarnya masih belum dilandasinya, maka tentu saja proses pembudayaan tidak terjadi. Seperti telah diisyaratkan dimuka, pemberian bobot yang berlebihan kepada kedaulatan subjek didikan melahirkan anarki sedangkan pemberian bobot yang berlebihan kepada otoritas pendidik akan melahirkan penjajahan dan penjinakan. Kedua orientasi yang ekstrim itu tidak akan menghasilkan pembudayaan manusia.
2. Implikasi bagi Pendidikan Guru dan Tenaga Kependidikan
Tidaklah berlebihan kiranya bila dikatakan bahwa di Indonesia kita belum punya teori tentang pendidikan guru dan tenaga kependidikan. Hal ini tidak mengherankan karena kita masih belum saja menyempatkan diri untuk menyusunnya. Bahkan salah satu prasaratnya yaitu teori tentang pendidikan sebagimaana diisyaratkan pada bagian-bagian sebelumnya, kita masih belum berhasil memantapkannya. Kalau kita terlibat dalam berbagi kegiatan pembaharuan pendidikan selama ini maka yang diperbaharui adalah pearalatan luarnya bukan bangunan dasarnya.
Sebaiknya teori pendidikan guru dan tenaga kependidikan yang produktif adalah yang memberi rambu-rambu yang memadai didalam merancang serta mengimplementasikan program pendidikan guru dan tenaga kependidikan yang lulusannya mampu melaksanakan tugas-tugas keguruan didalam konteks pendidikan (tugas professional, kemanusiaan dan civic). Rambu-rambu yang dimaksud disusun dengan mempergunakan bahan-bahan yang diperoleh dari tiga sumber yaitu: pendapat ahli, termasuk yang disangga oleh hasil penelitian ilmiah, analisis tugas kelulusan serta pilihan nilai yang dianut masyarakat. Rambu-rambu yang dimaksud yang mencerminkan hasil telaahan interpretatif, normative dan kritis itu, seperti telah diutarakan didalam bagian uraian dimuka, dirumuskan kedalam perangkat asumsi filosofis yaitu asumsi-asumsi yang memberi rambu-rambu bagi perancang serta implementasi program yang dimaksud. Dengan demikian, perangkat rambu-rambu yang dimaksud merupakan batu ujian di dalam menilai perancang dan implementasi program, maupun di dalam “mempertahankan” program dari penyimpngan-penyimpangan pelaksanaan ataupun dari serangan-serangan konseptual.
D.    Manfaat Mempelajari Filsafat Umum dan Khusus
 1.  filsafat menolong mendidik, membangun diri kita sendiri : dengan berpikir lebih mendalam, kita mengalami dan menyadari kerohanian kita, rahasia hidup yang kita selidiki justru memaksa kita untuk berpikir, untuk hdup dengan sesadar – sadarnya, dan memberikan isi kepada hidup kita sendiri.
2. filsafat memberikan kebiasaan dan kepandaian untuk melihat dan memecahkan persoalan – persoalan dalam kehidupan sehari – hari. Orang yang hidup secara dangkal saja, tidak mudah melihat parsoalan – persoalan, apalagi melihat pemecahannya. Dalam filsafat kita dilatih melihat dulu apa yang menjadi persolan, dan ini merupakan syarat mutlak untuk memecahkannya.
3.   filsafat memberikan pandangan yang luas, membendung akuisme dan aku sentrisme (dalam segala hal hanya melihat dan mementingkan kepentingan dan kesenangan si aku )
4.  filsafat merupakan latihan untuk berfikir sendiri, hingga kita tak hanya ikut – ikutan saja, membuntut pada pandangan umum, percaya akan setiap semboyan dalam surat – surat kabar, tetapi secara kritis menyelidiki apa yang dikemukakan orang, mempunyai pendapat sendiri, berdiri sendiri, dengan dengan cita-cita mencari kebenaran.
5. Filsafat memberikan dasar-dasar, baik untuk hidup kita sendiri(terutama dalam etika) maupun untuk ilmu-ilmu pengetahuan dan lainnya, seperti sosiologi, ilmu jiwa, ilmu mendidik, dan sebagainnya
Filsafat menggiring manusia kepengertian yang terang dan pemahaman yang jelas. Kemudian, filsafat itu juga menuntun manusia ketindakan dan perbuatan yang konkret berdasarkan pengertian yang terang dan pemahaman yang jelas.
Pada umumnya dapat dikatakan bahwa studi filsafat semakin menjadikan orang mampu untuk menangani pertanyaan mendasar manusia yang tidak terletak dalam wewenang metodis ilmu-ilmu khusus. Jadi filsafat membantu untuk mendalami pertanyaan-pertanyaan asasi manusia tentang realitas (filsafat teoritis) dan lingkup tanggung jawabnya (filsafat praktis). Kemampuan itu dipelajarinya dari luar jalur secara sisitematik dan secara historis.
Pertama secara sistematis. Artinya filsafat menawarkan metode-metode mutakhir untuk menangani masalah-masalah mendalam manusia, tentang hakikat kebenaran dan pengetahuan, baik biasa maupun ilmiah, tentang tanggung jawab, dan keadilan dan sebagainya.
Jalur kedua melalui jalur sejarah filsafat. Di situ orang belajar untuk mendalami, menanggapi, serta belajar dari jawaban-jawaban yang sampai sekarang ditawarkan oleh para pemikir dan filosof terkemuka terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Kemampuan ini memberikan sekurang-kurangnya tiga kemampuan yang memang sangat dibutuhkan oleh segenap orang yang dizaman sekarang harus atau mau memberikan pengarahan, bimbingan, dan kepemimpinan spiritual dan intelektual dalam masyarakat:

    Suatu pengertian lebih mendalam tentang manusia dan dunia. Dengan mempelajari pendekatan-pendekatan pokok terhadap pertanyaan-pertanyaan manusia paling hakiki, serta mendalami jawaban-jawaban yang diberikan oleh pemikir-pemikir besar umat manusia, wawasan dan pengertian kita sendiri diperluas.
    Pendasaran metodis dan wawasan lebih mendalam serta kritis dalam menjalani studi-studi di ilmu-ilmu khusus, termasuk teologi.

Dapat dikatakan bahwa filsafat sangat diperlukan oleh profesi-profesi seperti pendidik, pengarang, dan penerbit, budayawan, sosiolog, psikolog, ilmuwan politik, agamawan, termasuk ulama, pendeta, pastur,dan teolog.








                                                                                  BAB IV
                                                                            KESIMPULAN

Landasan filsafat pendidikan memberi perspektif filosofis yang seyogyanya merupakan “kacamata” yang dikenakan dalam memandang, menyikapi, serta melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu, maka ia harus dibentuk bukan hanya mempelajari tentang filsafat, sejarah dan teori pendidikan, psikologi, sosiologi, antropologi atau disiplin ilmu lainnya, akan tetapi dengan memadukan konsep-konsep, prinsip-prinsip serta pendekatan-pendekatannya kepada kerangka konseptual kependidikan. Selain itu, pendidikan dengan ilmu pendidikan perlu diterapkan kepada seluruh peserta didik, agar terciptanya SDM yang berkualitas, berakhlaq, berilmu, berbudi pekerti luhur, dan berguna bagi masyarakat, bangsa, dan negara.
   










                                                                       DAFTAR PUSTAKA

Mudyahardjo, Redja. 2010. Filsafat Ilmu Pendidikan. Bandung : PT. Remaja
     Rosdakarya Bandung
Suriasumantri, S Jujun.
http://answers.yahoo.com/question/index?qid=20080816213852AAyIJ19
http://yuyunyupitapazbny.blogspot.com/2013/03/v-behaviorurldefaultvmlo.html